SAUMLAKI - TANIMBARMEDIA.COM. Keluarga korban pasien Kristina Batmomolin/Pembuain, acam gugat pihak RSUD.PP. Magrety Saumlaki Kabupaten Kepulauan Tanimbar ke PN Saumlaki, yang menolak pasien untuk melahirkan di RS Magreti, akhirnya pasien hampir kehilangan nyawa pada Klinik Bidan Praktek Mandiri di BTN Saumlaki .
Salah satu keluarga korban Rina Sesermudi/Pembuain kepada wartawan Tanimbar Media menjelaskan, saat pasien tiba di RSUD. Magreti sekitar pukul 02. 45 Wit dini hari, pasien diturunkan dari mobil lalu antar ke ruangan pelayanan untuk dibaringkan ditempat tidur namun tidak ada tindakan penyelamatan sama sekali oleh petugas RS, PP. Magreti Saumlaki.
Padahal pasien sudah mau melahirkan dan menjerit kesakitan, tapi petugas masih sibuk dengan memberikan pertanyaan kepada keluarga pasien terkait dengan kartu BPJS dan juga menjelaskan mahalnya harga Rumah Sakit, serta menegosiasi dengan keluarga pasien untuk diantar ke klinik,"ungkap Rina
Selain itu, petugas juga masih lagi mempertanyakan kemampuan keuangan keluarga dalam menyelesaikan pembayaran harga rumah sakit, lalu Rina keluarga pasien sebagai orang tua menyatakan kesanggupannya untuk membayar biaya RS (red tanya salah satu petugas apakah keluarga mampu bayar biaya Rumah Sakit jawab Rina mana-mana saja)
"Karena jawaban Rina tidak dihiraukan malah tetap diarahkan ke klinik yang katanya sudah berkoordinasi dan sementara lagi menunggu.
"Jadi keluarga tanpa pikir panjang lebar lagi untuk menyelamatkan pasien Kristina maka pasien lansung saja diantarkan ke klinik."Ungkap Rina
Saat tiba di klinik sekitar pukul 04.15 Wit klinik masih ditutup dan bidan tidak berada ditempat padahal diduga bidan Tien masih bertugas dirumah sakit sehingga harus menunggunya walaupun ada petugas di klinik, namun tidak berani untuk membukanya karena belum mendapat petunjuk dari bidan Tien,"Bebernya.
Pasien berjuang untuk mempertahankan hidupnya dan melawan maut hanya diatas bangku panjang di tiris rumah bersama dengan keluarga kurang lebih setengah jam karena sudah saatnya amak bayi dilahirkan maka terpaksa di atas bangku panjang di tiris rumah klinik itulah lahirlah seorang bayi perempuan.
Sementara keluarga mengurus bayi yang lahir itu, dan menunggu klinik dibuka hingga setengah jam sampai keluarga tak bisa menahan kesabaran akhirnya terjadi keributan hingga membuat tetangga disekitarnya terbangun dan keluar untuk menyaksikan keributan yang diduga sebuah permainan skenario yang sudah diatur di rumah sakit PP, Magreti hingga klinik tersebut.-
Usai keluarga ribut kurang lebih lima belas menit barulah pasien di masukan di ruangan klinik untuk dilayani sekitar pukul 05.00 wit pagi.
Selain itu, Hendrik Batmomolin SH, yang merupakan keluarga dekat dan salah satu advokat di Maluku sesalkan kegiatan Malpraktek yang dilakukan oleh pihak RSUF PP. Magrety
Kepada wartawan media TM, Hendrik menyampaikan sebagai kuasa hukum dari keluarga Batmomolin dan Pembuain mengatakan, akan melakukan upaya hukum terhadap pihak rumah sakit ke Pengadilan Negeri Saumlaki untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di depan hukum atas mal praktek yang sengaja mau menghilangkan nyawa orang lain.
Pengacara mudah asal desa Arma itu, berjanji akan tetap melakukan upaya hukum atas kasus ini, agar kedepan nanti sudah tidak ada dan terjadi kasus-kasus seperti ini lagi di Tanimbar.
Sementara itu wartawan Media TN dan kuasa hukum korban pergi menemui Direktur RSUD PP Magrety, dr. Felisitas Rante,SP.Rad, Jumat siang (17/01/2024). Untuk dimintai penjelasannya terkait masalah penolakan pasien sorang ibu yang akan melahirkan oleh oknum bidan.
Menurut pengakuan Direktur RSUD Magrety, dirinya sama sekali tidak tahu apa yang dilakukan pegawainya, dan dirinya baru mengetahui ketika wartawan Media TM datang untuk mengkonfirmasi terkait persoalan dimaksud.
Sebelumnya Direktur RSUD PP Magreti yang biasa disapa dr. Sita sudah melakukan rapat dengan pegawainya (red-bidan RSUD) untuk meminta keterangan soal kejadian yang dialami seorang ibu yang akan melahirkan. dr. Sita langsung menanyakan semua bidan yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Namun ketika dr. Sita menanyakan kepada oknum bidan yang melakukan perbuatan yang melanggar SOP itu, bidan tersebut tidak dapat menjawab dan dirinya hanya menangis membisu.
Hal ini sangat disesalkan oleh orang nomor satu di RSUD PP Magrety karena kenapa masalah tersebut harus terjadi. Sementara semua bidan atau pegawai RSUD PP Magrety sudah memahami aturan dan SOP dalam melayani pasien yang datang ke rumah sakit.
dr. Sita berjanji akan memberikan sanksi tegas terhadap bawahannya karena sudah melakukan perbuatan diluar prosedur SOP. Oknum bidan tersebut sementara di nonaktifkan dari tugasnya. Dan dr. Sita berulang-ulang memohon maaf kepada korban dan keluarganya.
Untuk itu dari pihak korban melalui kuasa hukumnya meminta perhatian bentuk seperti apa dari pihak RSUD yang harus diberikan, karena dari pihak keluarga dalam hal ini korban masih merasa kecewa dengan perlakukan oknum bidan dari RSUD PP Magrety itu.
Sehingga kuasa hukum korban meminta agar dilakukan pengawasan yang ketat terhadap pelayanan kesehatan dan jangan sampai terulang kembali karena pihak korban akan terus berkoordinasi dengan pihak RSUD PP Magrety untuk menuntaskan persoalan dimaksud. (TM.01)